
Takalar-Nusantara Press. Com- 22 – Lapangan Pandala, yang terletak di Desa Laikang, Kecamatan Laikang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, telah lama menjadi tempat olahraga dan kegiatan masyarakat. Warga sering memanfaatkannya untuk berbagai aktivitas, seperti turnamen sepak bola, pasar malam, hingga acara hiburan lainnya.
Namun, fakta baru mengungkapkan bahwa lapangan ini sebenarnya merupakan tanah adat yang diwakafkan untuk pembangunan pondok pesantren sejak tahun 1999 oleh Pemerintah Desa (PEMDES) Laikang saat itu.
Isu mengenai penjualan Lapangan Pandala kepada PT. Tiran sempat mencuat setelah beberapa media online memberitakan, salah satunya media Lintasjurnaltipikor.com, memberitakan tentang dugaan bahwa Lapangan Pandala telah diperjualbelikan oleh oknum, serta dalam proses transaksi mereka, diduga itu juga ilegal.
Jika benar terjadi, hal ini tentu memicu keresahan masyarakat Desa Laikang. Sebab, lapangan ini bukan hanya sekadar fasilitas umum, tetapi juga memiliki nilai sejarah dan keagamaan yang besar karena statusnya sebagai tanah adat yang diwakafkan untuk pembangunan Pondok Pesantren pada saat itu.
Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kepada media, bahwa tanah adat tersebut awalnya diwakafkan oleh Pemerintah Desa Laikang pada tahun 1999 untuk pembangunan pondok pesantren.
Warga ini bahkan menunjukkan dokumen berupa Surat Penyerahan Tanah Adat yang ditandatangani oleh Kepala Desa Laikang saat itu, B. Kr. Rowa, serta disaksikan oleh kepala dusun Turikale Daeng Pabu, Sekdes Desa Laikang Muh. Idris, Tc dan dari pihak Pemerintahan Kecamatan Mangarabombang pada saat itu.
Surat tersebut menunjukkan bahwa tanah seluas 2 hektare tersebut telah diserahkan kepada Ketua Pengurus Cabang DDI Kecamatan Mangarabombang, Tjalle Mukhair, BBA dan disaksikan juga oleh Pengurus Daerah DDI Kabupaten Takalar Abdullah Syahran Aidid.
Surat tersebut, yang ditandatangani pada 1 Mei 1999, mencantumkan batas-batas tanah yang jelas, yaitu: sebelah utara berbatasan dengan tanah negara, sebelah selatan dengan jalan poros desa, sebelah barat dengan tanah negara, dan sebelah timur juga dengan tanah negara.
Penyerahan tersebut dilakukan untuk mendukung pembangunan Pondok Pesantren DDI Cikoang-Laikang, yang sayangnya hingga saat ini belum terealisasi. Seiring berjalannya waktu, lahan tersebut berubah fungsi menjadi lapangan yang digunakan masyarakat.
Masyarakat Desa Laikang, kini meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera mengusut tuntas dugaan penjualan tanah wakaf ini kepada PT. Tiran.
Mereka menuntut agar oknum-oknum yang terlibat dalam dugaan jual beli ilegal tersebut ditindak secara hukum. Selain itu, warga mendesak Pemerintah Daerah (PEMDA) Kabupaten Takalar untuk turun tangan menyelesaikan polemik ini agar tanah wakaf tersebut dapat kembali difungsikan sesuai tujuan awalnya.
Persoalan ini bukan hanya menyangkut tanah adat, tetapi juga menyentuh nilai-nilai kepercayaan dan tanggung jawab terhadap tanah adat yang diwakafkan. Masyarakat berharap keadilan dapat ditegakkan, dan tujuan mulia di balik wakaf tanah tersebut dapat diwujudkan di masa depan.
Bersambung (asiska)
Leave a Reply